MAKRIFAT DAN ESTETIK PENCERAHAN RITUS GAMBAR
Pameran Seni Komunitas Ritus Gambar Jagad Spiritual #2, BUKIT MAKRIFAT, telah dibuka oleh Dr. Suwarno Wisetrotomo, M.Hum. (Akademisi dan penulis SeniRupa) tepatnya pada tanggal 3 Mei 2024, Pukul : 14:30 WIB. Pameran ini merupakan hasil kerja sama Komunitas Ritus Gambar Jogja dengan pihak tempat Jiwa Gallery Yogyakarta, serta merupakan bagian dalam rangka merayakan Hari Menggambar Nasional 2 Mei dan Mei Bulan Menggambar 2024 #IndonesiaMenggambar
Pameran komunitas Ritus Gambar mengetengahkan karya seni rupa sebanyak 25 karya. Tak hanya karya yang digelar oleh tiap individu dari seniman-seniman yang tergabung dalam Komunitas Ritus Gambar Jogja tersebut, namun juga terdapat beberapa karya instalasi kelompok yang bisa kita lihat dan nikmati sampai tanggal 13 Mei 2024 di Jiwa Gallery Jogja. Pameran tersebut diikuti oleh peserta sebanyak 13 orang. Adapun nama para seniman yakni: Ahmad Sobirin, Alex Danny S, Edo Pop, Eko Haryono, Eko Rahmi, Fadjar Sutardi, Gus Black, Joko Sulis, Kaji Habeb, Ki Ageng Pramono Pinunggul, Muhammad Assiry, Maulana Ihza Mahendri dan Operasi Rachman Muchamad.
Pameran Bukit Makrifat tersebut dikuratori oleh Dr. Drs. Hajar Pamadhi, M.A (Hons) dan di ulas oleh seorang akademisi filsafat UGM Yogyakarta Drs. Farid Mustofa, M.Hum. Pembukaan juga dimeriahkan Musik Instrumental perfomance berjudul Ekspedisi Kesadaran oleh M.A.F.Y Yogyakarta dan Perfomance art berjudul Pepadang Agesang oleh Komunitas Surya Sakethi Yogyakarta.
(Performance Art Pepadang Agesang oleh Komunitas Surya Sakethi Yogyakarta: Eko Hand, Rika Sitepu, Ki Supriyadi Sapta, Ki Hangno Hartono, Ki Didik, dan Ki Didi A. S)
Pameran seni rupa Bukit Makrifat menyiratkan makna konsep spiritual dan kontemplatif yang dikaitkan dengan sepenggal kehidupan dimensi keimanan. Konsep spritualitas digunakan menjelaskan totalitas kehidupan manusia, alam dan sang pencipta.
Menurut Edo Pop selaku ketua komunitas Ritus Gambar Yogyakarta. Tajuk pameran: Bukit Makrifat, merupakan bagian upaya komunitas Ritus Gambar menghadirkan karya seni yang dapat menjadi bahasa sangat mendalam untuk memahami keindahan yang Tuhan cipta di tengah dunia ini. Bahkan untuk seniman itu sendiri dapat memahami keindahan diri Tuhan melalui kreativitas estetiknya. Jikalau Tuhan ada maka pengalaman keindahan adalah suatu hal yang harus dirasakan. Pengalaman estetis (keindahan) apapun bentuknya berasal dari Tuhan karena Tuhan adalah “Maha Kreator” Yang Maha Sempurna. Kita bisa memandang keindahan dan merasakannya sebagai salah satu bukti adanya Tuhan". Lebih lanjut Edo Pop menjelaskan "Tajuk pameran direspon dua arah, ada karya konvensional berdasarkan ekspresi personal dari kebiasaan pilihan media ungkap masing- masing dan juga terdapat karya non-konvensional yang diolah secara bersama-sama oleh peserta pameran bagian ikhtiar mewujud estetika gambar atau gaya konsep spritualitas".
(dari kiri Joko Sulis Ritus Gambar & Pegiat FDI, berfoto dengan pemilik Jiwa Gallery, Sitok Srengenge)
Sementara pemilik Jiwa Gallery Sitok Srengenge, baginya, Pameran komunitas Ritus Gambar Yogyakarta merupakan event pertama kali bagi Jiwa galeri menjalin kerjasama dalam menyelenggaran sebuah event pameran dengan sebuah komunitas seni rupa. Dimana selama ini setiap event pameran yang diselenggarakan di Jiwa Gallery adalah pameran khusus untuk tunggal saja. Hadirnya Pameran kerjasama Jiwa Gallery dan komunitas Ritus Gambar pengecualian karena momentun. Pameran yang diselenggarakan merupakan bentuk nyata Sitok Srengenge untuk mendukung merayakan Hari Menggambar Nasional 2 Mei dan Mei Bulan Menggambar 2024.
Sitok Srengenge menilai sebuah pameran sejatinya memiliki nilai yang menawarkan pameran dari semangat idealnya mengemas pameran. Baik segi pengolahan tajuk wacana, karya, penulis sampai susunan acara pembukaan pameran perlu di menajemen. Acara yang akan ditampilkan perlu di susun dengan menarik dan terstruktur jauh dari kata improvisasi. "karena acara pembukaan menjadi bagian penting dari sebuah pertunjukan yang dengan khidmat dapat nikmati oleh tamu undangan sebagai bagian saling menghargai. Saya harap pembukaan dan pameran menyajikan suasana yang gayeng bisa memberi energi penyemangat bagi kita dan punya andil dalam kesemarakan seni rupa ke depan". Ungkapnya dalam mengisi sambutan sebagai tuan rumah, 3 Mei 2024.
Sedangkan, Dr. Drs. Hajar Pamadhi, M.A (Hons) seorang Kurator Seni Rupa yang didapuk untuk mengkuratori karya-karya yang dipamerkan oleh para seniman di komunitas Ritus Gambar. Dalam esai yang ditulisnya, Hajar menjelaskan Kuratorial "Gayung bersambut dengan kelompok Ritus Gambar, menambah konotasi baru tentang gambar sebagai hasil kontemplasi ritual. Ritual gambar bisa didapat melalui tahapan kontemplasi: syariat, tarekat, hakikat dan menemukan makrifat, juga pada gambar. Syariat sebagai aturan tatacipta peseni pada objektivikasi; dalam arti tahap syariat peseni menyiapkan tatapikir, tatarasa dan tatacipta rupa. Tarekat sebagai kelanjutan syariat pemahaman objek terkait visi penciptaan menentukan konten dan konteks, maka disyaratkan penguasaan teknik, medium dan niat berkarya. Serta pada tingkat makrifat, peseni sudah tidak membahas objek sebagai noumena saja melainkan fenomena objek untuk menentukan chiffre estetika. Melalui pemahaman tanda-tanda atau karakter objek yang dipahami oleh hati atau qalbu. Makrifat seni tersebut sebagai bukti memahami strata bentuk dan strata visualnya. Maka, penguasaan tingkat Bukit - ‘Makrifat Bentuk’ adalah kemampuan membaca drawing sebagai kontur atau garis suatu bentuk; suatu gerakan dapat dibaca sebagai lintasan garis (merupakan garis imajiner). Kurator pameran tersebut juga menjelaskan dalam pepatah Jawa, gerakan burung bagaikan garis imajiner: 'koyo tapak-ing kontul kang lagi nglayang' yang berarti 'seperti bekas burung camar yang sedang terbang'. Posisi peseni yang sudah masuk tingkat makrifat mampu menangkap kejadian ini sebagai eksoteris makrifat dimana prosesi representasi visual: objektivikasi, simbolisasi serta ekspresi menghasilkan ruang garis dan bentuk garis (lihat proses penciptaan kolaborasi).
Representasi visual dalam jalur esoteris peseni sampai pada batas transendensi; dimana makrifat batin (rasa dan pengetahuan) mampu melihat sari pati, inti atau esensi bentuk. Makrifat batin merupakan afirmasi terhadap eksistensi bentuk; bentuk dibaca sebagai garis dengan dasar garis adalah limit suatu rupa (wujud). Di sisi lain, dimensi eksoteris (lahiriyah) memposisikan objek material (tingkat syariat) akan dibaca makna dan artiya (esoteris) dengan berdasar zahir (sebagai makrifat sistem). Oleh karenanya, objek alam (sebagai objek material) ketika diangkat sebagai subjek berkarya akan terlihat oleh mata sekaligus memberi gambaran jiwanya".
Seperti pada pameran komunitas Ritus Gambar, juga menampilkan karya non- konvensional yang menafsirkan seni gambar melalui bahan material yang dekat dengan alam di lokasi pameran, Jiwa Gallery. Gagasan karya di eksplorasi dengan bahan material ranting kayu yang disusun menjadi seperti tunas biji di depan halaman joglo, berhadapan dengan karya satunya dengan bahan material yang sama di susun menyerupai segitiga prisma piramid.
Di ungkapkan Hajar Pamadhi
"Karya tersebut cukup memberikan apresiasi pameran yang bertajuk Bukit Nakrifat, dengan Judul karya: 'Menuju Sampai', karya kolaboratif sahabat Ritus Gambar yang merupakan sebuah anekdot Vice a Vessa. Ritus Gambar memajukan judul 'Menuju Sampai' untuk mengapresiasi hidup dan kehidupan adalah sebuah putaran. Desain lantai tampilan kolaboirasi ini berbentuk spiral. Bentuk Spiral dihasilkan melalui gerakan lingkaran terkecil menuju besar dengan titik sentral yang kecil. Spiral hadir sebagai gambaran proses ekspresi yang dimulai dari dalam diri manusia menuju bentuk besar dan tidak tersambungkan dengan lingkaran kecil. Makna yang dikandung suatu spiral adalah: lingkaran kecil adalah diri seseorang; rasa atau pikiran orang untuk menggerakkan batin. Seperti halnya motif ukel (pada motif isen batik) sebenarnya adalah gambaran proses ekspresi diri seseorang, dimulai dari pengendapan batin melalui tahapan syariat, tarekat, lalu menuju bukit makrifat. Spiral 'Menjuju Sampai' diekspresikan secara kolaboratif teman Ritus Gambar dengan kolasi cabang pohon, kayu bekas, lidi serta tali sebagai representasi bentuk garis menuju gambar dan gambaran tentang prosesi (ritus) makrifat melkalui pendarassan paritta, yang akhirnya, Dzikirullah sebagai suara batin untuk menggerakkan rasa menghasilkan garis imajiner dan sekaligus sebagai ekspresi esoterinya".
Begitulah ungkap Kurator, Hajar Pamadhi, yang sangat menganggap pameran bertajuk Bukit Makrifat penuh dengan apresiasi, bahwa seni adalah ekspresi puncak makrifat seseorang. Seni diunggakpan sebagai gambar sebenarnya dihadirkan melalui ritus berkarya sebagai representasi visual. Dalam sambutan terakhirnya, ia berharap Bukit Makrifat tetap didaki melalui esoteri kehidupan berseni.
Pameran Bukit Makrifat juga mendapat apresiasi dan sambutan positif dengan nilai pemikiran kritis oleh Drs. Farid Mustofa, M.Hum. Seorang akademisi filsafat UGM Yogyakarta tersebut berkesempatan menjadi pengulas yang sangat baik dengan tulisan ulasannya. "Melalui seni, manusia memperoleh pandangan holistik tentang keajaiban dunia", sepotong ulas tulisnya. Menurutnya, dalam dunia seni, seniman memadukan kontemplasi ketuhanan dengan ketrampilan artistik mereka, yang dapat membantu pencipta memahami prinsip-prinsip esensial dari keberadaan Allah SWT. Seperti halnya dalam kunjungan ke museum seni, galeri, atau menonton pertunjukan seni, orang bukan saja menyelami langit estetika, tetapi juga lebih dalam lagi mengalami keindahan spiritualitas.
Makrifat seni hadir sebagai pencerahan spiritual seniman yang terilhami agama, alam, dan peristiwa. Sumber agama melahirkan karya tokoh agama, kisah suci, dan simbol spiritual. Keindahan alam menginspirasi lukisan alam lahir batin yang menakjubkan. Sementara peristiwa atau pengalaman marah, sedih, dan gembira mengilhami tema cinta, kehilangan, harapan, dan rasa sakit dalam celupan pencerahan spiritual. Begitu pada dunia berkesenian, para seniman menyampaikan pengalaman spiritual mereka dalam karya seni, yang mampu megajak dan menginspirasi orang untuk berefleksi dan berpikir tentang hakikat kehidupan, serta hubungan antara manusia, Tuhan dan alam semesta.
Farid Mustofa juga menjabarkan tentang Makrifat dalam seni yang merupakan bagian dari ekspresi spiritual yang indah. Karya seni makrifat memiliki potensi transformatif membangkitkan spiritualitas, inspirasi, kedamaian dan ketenangan penikmatnya. Seniman yang mendedikasikan karyanya untuk mengungkapkan pengalaman batin berperan mempromosikan nilai universal seperti cinta, kasih sayang, perdamaian dan penghormatan.
"Bukit Makrifat adalah metafor perjalanan spiritual menggapai pencerahan batin. Setiap langkah diwarnai rintangan yang menimbulkan keraguan dan ketakutan. Sebuah perjalanan yang penuh rintangan sekaligus keajaiban dan keindahan. Semakin tinggi mendaki semakin tipis kabut menyelimut. Pada puncak pendakian terhampar panorama luar biasa: luasnya samudra pengetahuan, kilauan bintang kebijaksanaan, dan kehangatan cinta Ilahi". Tulisnya di dalam Katalog Pameran Bukit Makrifat, Ritus Gambar 2024.
Pada momen spesial pembukaan Pameran yang bertajuk Bukit Makrifat, usai Hajar Pamadhi (Kurator) dan Farid Mustofa (Pengulas) memberikan sambutannya, menjelang Maghrib semakin dekat, seseorang dengan baju berwarna hijau lumut dan topi serta kacamata yang khas, dipersilahkan maju ke depan. Tak ada yang mungkin tidak mengenalnya, seorang akademisi dan penulis seni rupa, Dr.. Suwarno Wisetrotomo, M.Hum.
Dalam kata sambutannya, Dr. Suwarno menyatakan bahwa pameran dapat diapresiasi dengan suka cita sebagai pameran yang merayakan Hari Menggambar Nasional 2 Mei. Baginya dengan adanya Hari Menggambar Nasional dan Bulan Menggambar Nasional, seluruh perupa di Indonesia dapat membuat kesempatannya masing-masing untuk bicara dengan gambar yang bisa menjadi perwakilan luas dalam dunia Seni Rupa di Indonesia maupun dunia. Selain sebagai titik kulminasi capaian kreativitas artistik, baginya memandang komunitas Ritus Gambar Yogyakarta hadir dengan cukup menantang dalam dunia Seni Rupa. Hal tersebut bukan menantang dalam arti negatif, namun justru positif sebagai tawaran wacana, estetika, serta bentuk laku para seniman yang menyadari tentang keberadaannya. Suwarno juga mengatakan "jika menggambar menjadi Ritus, ia pun juga menganggap seluruh proses para pelaku penuh penghayatan yang mengalir dalam setiap nadi pelakunya. Bisa-bisa mabuk tenggelam dalam olah kreatif yang mereka gambar menjadi nothing". Disela akhir kata sambutannya, Suwarno berharap semoga pameran tersebut manjadi bagian ritual kebatinan, ritual, akademik, bahkan bagian ritual di kehidupan sehari-hari.
Sambutan Suwarno adalah sambutan terakhir pada momen pembukaan pameran Komunitas Ritus Gambar yang bertajuk Bukit Makrifat. Mereka berfoto bersama, serta merayakan syah-nya pameran tersebut telah dibuka, dengan berjalan bersama ke undakan tangga menuju pendopo atas yang menjadi background pembukaan. Semua pengunjung beramai naik, hingga sampai atas nampak karya Menuju Sampai dengan tumpukan banyak kayu dan ranting yang melingkar luas dari bawah, mengerucut ke atas. Momen yang sangat tepat, saat itu juga adzan Magrib terdengar. Semua pengunjung diajak bersama menyantap sup kambing yang disediakan, serta menikmati kopi, teh, dan hidangan lainnya dengan menikmati karya para pameris sambil bertukar silaturahim.
© Yogyakarta 2024, GUGUM TAPA
Tiang Senja & Cholsverde
e Catalog Barcode Scanning:
Komentar
Posting Komentar