KEBARUAN, KENGAWURAN, DAN ESTETIKA DRAWING YANG LAIN. Oleh Cholsverde
Dalam Perayaan Hari dan Bulan Menggambar Nasional 2024, Komunitas Tapal Batas hadir dengan Tajuk pameran DRAWING YANG LAIN, sebuah pameran yang menggabungkan kreativitas dan pengembangan konsepsi pemikiran, menawarkan sebuah penafsiran yang bebas terhadap Seni Drawing /Gambar terkait konsepsi penciptaan. Konsep pameran yang ditawarkan oleh Komunitas Tapal Batas ini dapat tercermin dalam berbagai karya-karyanya yang menggunakan variasi teknik, gaya, material serta media untuk mengekspresikan perspektif setiap gagasan pada seni gambar.
Pameran tersebut diikuti oleh anggota Komunitas Tapal Batas Jogja diantara lain: AJI YUDALAGA, ACHID LIBRIANTO, AGUNG MANGGIS, CATUR HENGKI KOESWORO, EDO POP, MULATO SUPRAYOGI, SRI PRAMONO, SURYO WAE, RONALD SIMABUA, URET PARI ONO, VANI HIDAYATUR R., dan peserta tamu: WIYONO dan MORRIS ABDUL RAUF GUEVARA. Pameran ini dibuka oleh Pak ALEX LUTHFI pada 26 Mei 2024, dan telah berlangsung hingga 5 Juni 2024 di Ruang Ekspresi Mbakoku Sewon Bantul Yogyakarta.
Ruang Ekspresi Mbakoku sebenarnya ialah tempat yang dimiliki oleh Achid, salah satu anggota Tapal Batas, yang kegiatannya selain berkesenian, ia juga menjual beragam jenis tembakau. Namun, tak dipungkiri, ruang yang berukuran tak terlalu besar, ruangan kosong berjumlah dua ruang dengan ukuran sekitar 3X4 meter tersebut, mampu disulap menjadi ruang pameran alternatif. Tempat tersebut memiliki keunggulannya yang tidak terikat pada norma-norma konvensional seni mainstream. Hal ini mencerminkan adanya pengembalian esensi dari adanya pergeseran paradigma dalam cara kita memandang seni jika seni hanya bisa dilihat pada ruang yang mapan dan standar konvensi galeri seni yang ada.
Secara jelas, ini berarti bahwa ruang pameran seni alternatif semacam Ruang Ekspresi Mbakoku ini bukan hanya tempat yang disulap untuk memamerkan karya-karya seni, tetapi juga menjadi tempat di mana pengunjung diajak untuk memahami dan mengapresiasi seni dengan cara yang lebih dalam, karena ruang alternatif tersebut memiliki kedekatan dengan kampung warga. Sehingga, penekanan tidak hanya pada estetika visual atau keindahan formal, tetapi juga pada proses kreatif, konteks budaya, dan pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh seniman kepada apresiator dari kalangan manapun.
Dengan memanfaatkan ruang pameran seni alternatif sebagai tempat apresiasi seni, masyarakat dapat semakin terlibat dalam proses kreativitas seni, serta memperluas pandangan mereka tentang apa yang dapat dianggap sebagai seni. Ini memiliki dampak positif yang signifikan, termasuk meningkatkan pemahaman budaya, mempromosikan toleransi terhadap perspektif yang berbeda, dan mendorong kreativitas dalam masyarakat.
Lebih jauh lagi, Ruang Ekspresi Mbakoku ini memang sering kali menjadi tempat bagi komunitas Tapal Batas untuk berkumpul, berbagi ide, dan berdiskusi. Hingga akhirnya mereka sepakat untuk berpameran dimana tempat mereka sering berkumpul di sebuah tempat layaknya studio gagasan milik Komunitas Tapal Batas. Ini menciptakan jaringan yang kuat di antara para seniman dan publik yang bisa mendorong pertukaran budaya yang kaya, memperkaya kehidupan seni lokal dan menyediakan peluang bagi pertumbuhan dan eksperimen seni yang berkelanjutan. Dengan demikian, dengan menjadikan sarana tempat apresiasi pameran kepada publik, Ruang Ekspresi Mbakoku ini menjadi ruang pameran seni alternatif yang tidak hanya menjadi tempat untuk menggali gagasan seni, tetapi juga menjadi katalisator bagi perubahan sosial dan budaya yang positif dalam masyarakat, khususnya yang paling dekat ialah tetangga dan warga.
Di samping jalanan dengan banyak kendaraan yang berlalu-lalang, dihadiri para seniman, tamu, serta warga sekitar, pameran Drawing yang Lain ini digelar dan dibuka, tepatnya pada 26 Mei 2024. Pada momen pembukaan pameran tersebut, Joko Sulis hadir mewakili Forum Drawing Indonesia untuk memberikan sambutan dan dukungan positif lewat penyampaiannya. Selain sebagai alat ekspresi individu, baginya menggambar juga memiliki peran dalam memperkaya budaya dan sejarah suatu masyarakat.
"Dari gambar tertua di Leang-leang Maros, ilustrasi, dan karya seni visual lainnya tidak hanya mencerminkan identitas budaya dan nilai-nilai sebuah komunitas, tetapi juga menjadi sumber belajar yang penting tentang masa lalu, kepercayaan, dan pengalaman kolektif. Dengan memahami dan menghargai karya seni visual, masyarakat dapat membangun hubungan yang lebih dalam dengan warisan budaya mereka sendiri serta dengan budaya-budaya lain di seluruh dunia", ucap Joko Sulis (Pegiat FDI).
Pada halnya memang menggambar juga memiliki peran dalam mempromosikan keterampilan visual dan kreativitas di antara masyarakat. Ini dapat merangsang imajinasi, memperkuat keterampilan pemecahan masalah, dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Dalam era digital, kemampuan untuk menggambar juga dapat menjadi landasan bagi keterampilan desain grafis, animasi, dan pengembangan konten visual lainnya yang sangat diperlukan dalam berbagai praktek seperti desain, periklanan, dan hiburan, serta yang paling penting ialah pengembangan dan pendidikan tentang identitas budaya, sejarah, dan lokalitas bagi seluruh lapisan masyarakat.
Tak hanya memiliki dampak positif bagi dunia pendidikan akan budaya dan lokalitas, namun juga sebagai media ekspresi personal yang tiada batas dan legah akan kebebasan yang ditindaki dengan positif melalui menggambar. Seperti Kutipan yang dilontarkan pada momen sambutan pembukaan oleh Pak Alex Lutfi tentang drawing yang lain. "Seni drawing yang ngawur itu justru yang kreatif dan berani. Layaknya orang yang menerobos lampu merah, dia sangat berani tanpa berfikir takut akan mati, tapi tetap mereka melihat kondisi. Seperti halnya orang-orang di komunitas Tapal Batas, mereka menawarkan keberaniannya dalam karya drawing yang jarang ditemukan, menerobos batasan-batasan aturan gambar untuk menemukan esensi dari gambar diluar yang jarang dipikirkan" ucap Pak Alex Luthfi. Dalam konteks seni, "ngawur" bisa diartikan sebagai eksperimen atau penyimpangan dari aturan yang konvensional. Ketika seorang seniman memutuskan untuk keluar dari batasan yang dikenal dan menciptakan sesuatu yang di luar norma, hal itu sering kali memunculkan inovasi dan keunikan dalam karya seni tersebut.
"Komunitas Tapal Batas ini komunitas yang menarik, karena berbeda dengan komunitas-komunitas seni yang umumnya ada. Dihubungi oleh si Edo presidennya forum Drawing, Edo dkk Tapal Batas menjelaskan keinginannya tentang keliaran yang bisa diapresiasi, yakni lewat drawing yang sangat memungkinkan ditawarkan dengan konsep yang lain juga" urai Pak Alex Luthfi, yang juga menaruh harapan adanya ketertarikan pada publik yang diharapkan juga dapat menggambar dengan bebas, tanpa ada patokan apapun, karena baginya masyarakat juga pasti mempunyai keliaran dalam menggambar, cuman belum saja diperlihatkan.
Menanggapi hal tersebut, Edo Pop yang disebut oleh Pak Alex Luthfi menjulurkan komentarnya, bahwa memang dengan adanya perayaan hari menggambar adalah harapan besar bagaimana gambar juga muncul sebagai bahasa komunikasi 'Yang Lain" daripada bahasa-bahasa yang terformat. Edo Pop menjelaskan bahwa pada dunia seni drawing, konsep "Drawing yang Lain" ini juga memiliki implikasi yang mendalam. Bagaimana memandang kecantikan tidak hanya ditemukan dalam keseragaman atau kesamaan, tetapi juga dalam keragaman dan keunikan.
"Berkarya bukan tentang menciptakan gaya kita sendiri tetapi tentang menemukan seni dengan gagasan kita sendiri. Dalam sebuah karya drawing, keberagaman dapat meningkatkan keindahan dan kedalaman pengalaman estetika. Inilah yang menjadikan apresiator atau pengamat menjadi tertarik datang untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas tentang dunia drawing dan seni", ucap Edo Pop.
Pameran ini telah berhasil menarik perhatian banyak audien dengan cara yang menakjubkan, sampai sekarang pameran ini menjadi geliat penasaran banyak orang yang membuat banyak dikunjungi oleh para audiens.
Pameran DRAWING YANG LAIN menarik apresian dalam penjelajahan estetis non-konvensional yang menggerakkan jiwa. Dengan visual yang beragam dan penuh kejutan, karya - karya yang disajikan menawarkan kemungkinan gagasan drawing yang di luar kelaziman. Pameran ini bukan sekadar dari pada yang lain, tetapi sebuah tawaran wacana praktis yang memandu audiens untuk merenung tentang cakupan definisi dan konsepsi dalam kemungkinan pengertian seni drawing yang menggambarkan perkembangan dengan lebih terbuka.
Dalam pameran ini, mengajak audiens untuk menjalani refleksi pribadi dan menggali makna sejati dalam kebebasan memberikan makna nilai terhadap karya. Rata-rata Peserta pameran dengan cerdik membawa apresian melewati lorong-lorong pemikiran, gagasan maupun estetik mulai dari mengenali bahan material, teknik dan alat hingga memahami pentingnya kreativitas dalam setiap detail- detail langkah perwujudan gagasan kedalam karya.
Melalui contoh karya-karya eksplorasi penggunaan bahan dan teknik berkarya melalui benda-benda nyata yang gampang ditemukan keseharian dan beragam teknik inspiratif, pameran ini mengajarkan audiens untuk lebih menghargai momen-momen kecil dan merangkul setiap tantangan menemukan selera estetik sebagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam berkarya. Dengan provokasi yang tajam, peserta pameran membantu kita memahami arti dari kebebasan dari esensi penciptaan, memberdayakan potensi kreatif, dan menghadapi rasa takut dengan keberanian mencipta. Namun demikian, dalam analisis kritis, penting untuk mengakui bahwa konsep "Drawing Yang Lain" tidak selalu diwujudkan dengan sempurna dalam seni dan estetika. Terkadang, kecenderungan untuk mengutamakan satu kelompok atau pandangan tertentu masih dapat ditemukan dalam karya di pameran kali ini. Oleh karena itu, penting untuk terus mempertimbangkan dan mengevaluasi bagaimana konsep ini diinterpretasikan dan diimplementasikan dalam karya drawing.
Satu hal yang membuat pameran DRAWING YANG LAIN begitu kian menarik adalah cara penulis Rusnoto, pengulas pameran ini, menghubungkan sejarah dengan pameran ini. Dalam ulasannya di e-catalog, ia memaparkan terdapat hubungan fase dalam dunia gerakan seni rupa di Indonesia yakni dari masa PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia), GSRB (Gerakan Seni Rupa Baru) Indonesia, serta adanya deklarasi Hari Menggambar Nasional sejak 2022 yang diinisiasi Forum Drawing Indonesia bersama 250 Komunitas di seluruh Indonesia.
Di Indonesia, fase awal gerakan menggambar dimulai dengan pembentukan Persatuan Ahli Perancang Indonesia (PERSAGI) pada tahun 1937, dipimpin oleh Agus Djaya dan S. Sudjojono. PERSAGI bertujuan untuk melawan hegemoni seniman Belanda dan Eropa serta mengubah fokus seni rupa dari keindahan alam menjadi ekspresi identitas lokal. Pada tahun 1974, muncul paradigma baru dalam seni lukis Indonesia melalui Black December Statement, diikuti oleh munculnya GSRB Indonesia pada tahun 1975. GSRB menentang seni personal dan liris, mengusulkan 5 gaya standar estetika yang menekankan pentingnya mengubah isu sosial menjadi karya seni.
Masuk pada tahun 2022 Hari dan Bulan Menggambar Nasional muncul sebagai gerakan kultural seni rupa yang direspon oleh lebih dari 250 komunitas drawing dari seluruh Indonesia, menegaskan pentingnya ekspresi pribadi, lokal, maupun kelompok dalam seni. Komunitas seperti Tapal Batas menekankan bahwa karya seni harus menjadi ekspresi subjektif dan personal, membedakan karakter, bentuk, tema, dan media di antara karya seniman. Prinsip dasar penciptaan karya seni adalah pengalaman estetik dan emosional yang diungkapkan melalui ekspresi seni, dengan seniman tidak terikat oleh metode kreatif yang baku.
Tampaknya pameran bertajuk “DRAWING YANG LAIN” ini hendak menyajikan aspek dialektika dari setiap peserta untuk membuka kemungkinan dalam memaknai estetika melalui cara pandang personal yang tak lagi sekadar teknis. Melainkan sajian eksplorasi ide dan pemikiran kolektif yang disajikan secara kritis dalam merayakan Indonesia Menggambar melalui keberagaman teknik, gaya, bahan, dan media menggambar sebagai bagian proses edukasi publik. Habituasi proses kerja kreatifnya ini dapat menciptakan kemungkinan visual artistik, unik, berkarakter, memiliki daya kejut, dan bisa jadi menimbulkan kesan visual yang menakjubkan. Sifat kreatif ini membuka berbagai memungkinkan dalam meredefinisi seni drawing sebagai bagian dari upaya mereka menemukan kembali potensi tertentu yang tertimbun lama yang menjelma sebagai kekuatan inovatif. Kadang juga muncul relasi bolak-balik antara hasrat meraih aspek baru dan kekinian yang dipicu pada hasrat mendalam yang menggali pengalaman lama dengan aspek visual yang sangat umum (pola-pola tradisi dan local genius lainnya) serta cenderung konservatif dalam kemasan visual yang dapat dilontarkan ke ruang publik dengan pemaknaan baru. Dilontarkan oleh Dr. Moh. Rusnoto Susanto, S.pd., M.Sn. / Pengulas Pameran Drawing yang Lain.
TAPAL BATAS YANG MENGINSPIRASI
Untuk bisa ditemukan dan disimpati oleh apresiator, Mayek No, penulis Pameran Drawing yang Lain juga memaparkan gaya penulisan yang ringan dan mengalir sehingga membuat pameran ini mudah dicerna.
"Segala material yang telah tersedia atau bahkan hasil dari sebuah rekayasa memuat dan merepresentasikan kekuatan simbolik, semiotik atau alegori. Media tertentu bisa digunakan seniman untuk menghasilkan makna baru dengan sentuhan-sentuhan artistiknya. Pameran ini mendorong pemakaian media yang sangat bebas namun tetap estetik, misalnya penggunaan batu, benang, kertas, helm, aluminium, kayu, ban sepeda, lampu, triplek, tanah liat dan lain-lain. Terlepas dari material dan strategi berkarya, hal lain yang penting dalam pameran ini adalah konten karya yang dibawa para senimannya", dikutip dari tulisannya di e-catalog pameran. Karya - karya mereka membincang banyak isu dalam konteks kekinian. Para audiens akan merasa seperti diajak dalam percakapan pribadi dengan karya dari peserta pameran , sehingga pameran ini tidak hanya mengajak untuk dipahami tetapi juga dirasakan.
Mayek menjelaskan bahwa hubungan antara material, gaya, dan media yang bebas dalam seni menggambar adalah landasan penting bagi kreativitas yang bebas tanpa batasan yang ketat. Ketika seorang seniman memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi berbagai material dan media, serta mengembangkan gaya yang unik, itu membuka pintu bagi ekspresi yang lebih otentik dan pribadi dalam menggambar.
Material yang beragam memungkinkan seniman untuk mengeksperimen dengan tekstur, kepadatan, dan bentuk, memungkinkan mereka untuk menciptakan karya-karya yang berbeda dalam hal estetika dan makna. Misalnya, seorang seniman dapat memilih antara menggunakan pensil, cat air, tinta, atau bahkan media digital untuk mengekspresikan visi mereka. Dengan memilih material yang sesuai, seniman dapat mencapai efek yang diinginkan dan mengekspresikan ide-ide mereka dengan lebih efektif. Gaya, di sisi lain, adalah cara khas di mana seorang seniman menggunakan material dan media untuk mengekspresikan diri mereka sendiri. Ini mencakup teknik-teknik tertentu yang lebih bebas. Dengan memiliki kebebasan untuk mengembangkan gaya mereka sendiri, seniman dapat menemukan cara unik untuk mengungkapkan ide dan emosi mereka, menjadikan karya mereka lebih bermakna dan penuh dengan kedalaman.
Ketika seniman tidak terbatas oleh metode yang ketat, mereka memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi dan bereksperimen dengan berbagai teknik dan pendekatan. Ini memungkinkan mereka untuk menemukan cara baru untuk menggambar dan mengekspresikan diri mereka, meningkatkan kreativitas mereka secara keseluruhan. Terlalu banyak batasan dalam proses kreatif dapat membatasi inovasi dan menghambat pengembangan seni. Namun demikian, penting juga untuk diingat bahwa kebebasan dalam seni juga bisa menjadi tantangan. Tanpa batasan yang jelas, seorang seniman mungkin merasa kehilangan arah atau terjebak dalam banyaknya pilihan. Oleh karena itu, penting bagi seniman untuk tetap memiliki fokus dan tujuan dalam karyanya, meskipun mereka mengejar kreativitas yang bebas. Dengan cara ini, mereka dapat menggunakan kebebasan mereka dengan bijaksana untuk menciptakan karya yang kuat dan bermakna.
MENUNGGU TAPAL BATAS DI KEMUDIAN HARI
Jika dalam gerakan kontemporer esensi gagasan dikelola dengan mempersoalkan media dalam karya seni wacana Avant Garde, namun di Indonesia, hal ini berbeda karena seni di Indonesia adalah lahir dari semangat sosial yang bernuansa lokalitas kenusantaraan. Terlihat baru baru ini telah dilaksanakan pameran yang berjudul 'Drawing Yang Lain'. Pameran tersebut mendudukkan bagaimana wacana drawing di Jogja sebagai kedudukan yang bebas merdeka, meskipun ranah drawing juga mempunyai mitos dan konvensional sendiri, namun Komunitas Tapal Batas ini mampu mendobraknya sebagai alasan kebebasan seni rupa yang seharusnya tidak berpatok pada kemapanan stigma komoditas yang mengakar pada mitos-mitos jalannya seni rupa akhir-akhir ini hingga menjadi sebuah kerinduan bagi para seniman khususnya komunitas Tapal Batas pada sebuah pergerakan seni rupa yang membebaskan.
Untuk berpegang pada kebebasan dan suatu hal spirit yang merdeka, akan sulit jika memandang kebebasan hanya dapat dilihat dari konsumtivitas pragmatis, tanpa ada spirit rasional dan empiris terhadap kemerdekaan yang lahir dari lokalitas dan kontekstual. Sebuah ungkapan ekspresi akan menjadi daya gugat, dan peran terhadap aturan definisi yang sangat membatasi. Begitu juga pada dunia drawing atau gambar di Yogyakarta, mempertaruhkan sebuah kebebasan dari kebelengguan masa silam yang dogmatis akan wacana drawing itu sendiri, merupakan bagian dari upaya dan ikhtiar para anggota Komunitas Tapal Batas untuk keluar dari ketertutupan oleh image yang terkonstruktif secara sempit sekian lama. Sehingga diharapkan seni drawing dapat menjadi bagian dari medan seni rupa yang memiliki pertarungan nilai yang belum selesai, dan waktunya bebas dan merdeka bagi berbagai ideologi kreatif yang mengusung semangat “kebaharuan”. Nampak dari pameran yang digelar oleh Komunitas Tapal Batas, dengan tajuknya 'Drawing Yang Lain', kita menyaksikan perubahan paradigma yang mengejutkan. Pameran ini bukan sekadar menyuguhkan karya-karya visual semata seperti pada ranah seni industri seni rupa di Yogyakarta yang marak belakangan ini, melainkan sebuah ruang dinamika penciptaan dan kreativitas dalam kemerdekaan.
Pameran Drawing Yang Lain memang menarik menjadi sebuah panggung untuk mengeksplorasi dimensi keliaran ekspresi dalam seni rupa Yogyakarta. Meskipun di ranah kesenian sudah kebanyakan yang sudah malas berpikir tentang seni yang non-konvensional. Namun kenyataan itu menyiratkan sedikit banyaknya ketidakpahaman terhadap esensi spontanitas dalam kreativitas, bahwa itu penting sebagai wahana untuk gagasan bermain-main dalam ranah seni serta sarana dialog capaian estetis personalitas. Melalui kesempatan ini, komunitas Tapal Batas dari semula menyadari bahwasannya pameran ini digagas tidak sekadar menciptakan ruang untuk mengekspresikan kegelisahan mereka terhadap trend seni rupa yang stagnan, tetapi juga mengangkat sebuah pernyataan tentang keberanian untuk mengeksplorasi batas-batas yang dipersepsikan secara berani dan liar.
Dalam konteks ini, dunia seni rupa khususnya drawing di Yogyakarta hari ini Pameran “Drawing yang Lain” merupakan medan tawaran pemikiran dan emosional. Pameran ini bukan hanya sekedar menyajikan gambar-gambar di atas kertas, melainkan cerminan dari keberanian untuk melampaui konvensi, mengekspresikan ketidakpuasan terhadap status kemerdekaan seni rupa, dan menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan. Pameran ini memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang menggugah, mengundang banyak apresiator, pengamat, dan kritikus seni di Yogyakarta untuk memperhatikan kembali tentang makna dan fungsi seni dalam kreativitas dan kebebasan berekspresi secara personalitas.
Drawing Yang Lain bukanlah sekadar tentang membedakan diri dari yang lain, tetapi tentang memperluas cakrawala dalam mencipta dan membuka ruang dialog dalam ranah seni rupa Yogyakarta. Pameran ini dapat dikatakan sebagai sebuah upaya untuk mencoba mengajak dan mendorong para partisipan untuk melangkah keluar dari zona nyaman, dan mengajak siapapun khususnya kreator seni di Yogyakarta untuk melihat dunia kesenian dengan mata yang lebih tajam dan pikiran yang lebih terbuka. Diharapkan peran serta kehadiran dari kreator lain untuk menggulirkan wacana semacam ini demi masa depan seni rupa, dengan keberanian dan tanpa takut untuk menjadi hal yang lain.
……“ide ini muncul sebagai spontanitas yang justru menjadi suatu hal yang baru dan menjadi spirit karya yang lebih dari ini, hadir dan bermula saat diskusi dengan Bang Edo (Edo Pop) dan Mbah Uret (Uret Pari Ono) untuk melanjutkan hasil dari keliaran konsepsi pameran 'Drawing Yang Lain'. Saya masih sepakat kedepannya jika seniman itu orang yang merdeka, jika bicara hari ini kecenderungan seni rupa lebih banyak kreator yang berfokus dan menaruh harapan karyanya pada akumulasi selera estetis galeri, justru sebenarnya seni rupa akan menjadi kelihatan lebih miskin wacana pemikiran dan estetis. Karena sebuah pandangan yang demikian justru meminggirkan nuansa kemungkinan terhadap keberagaman ketika menganggap bahwa Seni Rupa hanya satu arah pada dinamika kepentingan semangat untuk mendulang ekonomi semata. Konsepsi berpikir semacam itulah yang sebenarnya membuat kerangka pemikiran seniman terperangkap dan sempit dalam mewujudkan gagasan-gagasan yang bersifat personal. Seharusnya seniman dalam mencipta karya bisa berpikir jernih dan luas bahwa jika untuk memediasikan karya yang dihasilkannya segila apapun tidak harus terbatas di ruang-ruang formal yang diakumulasikan untuk populeritas. Dari sanalah kedepannya, semangat Komunitas Tapal Batas mendapatkan tantangan konsepsi seni drawing pada ruang outdoor. Tunggu informasi dari kelanjutan Drawing Yang Lain ini”, ucap Sri Pramono, Ketua Komunitas Tapal Batas.
Tidak berlebihan kalau diharapkan komunitas Tapal Batas tetap konsisten untuk menerima tantangan terhadap terobosan estetis konvensional tentang batasan-batasan konvensi yang bisa menjadi angin seni rupa yang segar. Komunitas Tapal Batas membelah stigma komodifikasi dan menggemakan pergerakan ini yang mengakar kuat dalam narasi seni rupa di Yogyakarta.
Dalam gema-gema pergerakan ini, para seniman dan pengamat seni disuguhkan dengan panggilan untuk membebaskan diri dari belenggu mitos artistik dan merangkul sebuah pergerakan yang melampaui batas-batas yang telah ditetapkan sebelumnya. Pameran ini bukan hanya sebuah ajang visual, melainkan sebuah perayaan keberanian dan pengejaran akan esensi kreativitas tanpa batas.
Dalam medan seni kontemporer persoalan media wacana avant garde telah menjadi pijakan utama bagi eksplorasi kreatif, mendorong pergerakan menuju kebaruan yang menantang konvensi. Namun, di tengah arena seni Yogyakarta, sebuah pameran baru-baru ini, yang bertajuk 'Drawing Yang Lain', menjadi sorotan yang menggugah kesadaran akan kedudukan seni multidisiplin yang lain. Pameran ini tidak sekadar menghadirkan karya-karya visual, melainkan mengajukan sebuah pertanyaan kritis: bagaimana wacana drawing di Yogyakarta sebenarnya berdiri dalam konteks kebebasan mencipta seni rupa?
Melangkah lebih jauh, kita harus mengakui bahwa ranah drawing di Yogyakarta tidak lepas dari belenggu mitos yang telah mengakar dalam narasi seni rupa konvensi. Stereotip tentang apa yang seharusnya digambar atau bagaimana suatu gambar seharusnya terlihat, telah membatasi pandangan kita terhadap potensi eksplorasi yang lebih luas. Namun di tengah kebingungan ini, muncul sebuah suara yang berani yakni dari “Aungan Komunitas Tapal Batas”. Mereka tidak hanya menolak untuk terikat pada batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh konvensi, namun mereka juga berani untuk melangkah lebih jauh dengan merobek stigma komodifikasi yang telah meracuni jalan kreatif seni rupa akhir-akhir ini.
Dengan langkah-langkah semangat perubahan, Tapal Batas mendobrak ekspresi seni rupa sebagai suatu kebebasan yang mutlak di bulan menggambar nasional ini, yang tidak boleh dikekang oleh ketakutan untuk mencipta seni hari ini yang kontekstual pada pengalaman empiristiknya. Pameran 'Drawing Yang Lain' menjadi sebuah panggilan kepada para seniman dan penikmat seni untuk menghadapi realitas baru: realitas di mana seni rupa tidak lagi terikat pada batasan-batasan yang sempit, melainkan membebaskan diri untuk mengeksplorasi keindahan dan kebenaran dengan cara yang lebih provokatif.
Kesimpulannya, pameran Drawing yang Lain ini ialah sebuah perjalanan kreatif yang menginspirasi dan membuka mata kita terhadap kemungkinan drawing di ranah penciptaan. Pameran yang berhasil menyajikan karya- karya menggugah selera estetik dan inspiratif tentang bagaimana mengemas gagasan kreatif dengan berani dan penuh kebebasan dalam bermain - mainan. Pameran ini adalah rujukan bagi mereka yang sedang mencari arti seni drawing kontemporer dan akan menjadi inspirasi yang mengubah pandangan konsepsi dalam berkarya seni drawing setelah mengapresiasi nya.
Dengan demikian, pameran ini tidak hanya menjadi sebuah perayaan keberanian dan inovasi dalam seni rupa, namun juga menjadi sebuah kerinduan yang mendalam bagi para seniman, terutama bagi komunitas Tapal Batas, untuk mengembangkan sebuah pergerakan seni rupa yang benar-benar merdeka, bebas dari belenggu masa lalu, bebas dari ketakutan akan penilaian, dan bebas untuk mengekspresikan diri sepenuhnya. Di Kemudian hari, Komunitas Tapal Batas diharapkan tetap muncul dengan gagasan-gagasan yang mencerdaskan seni rupa Yogyakarta. Pameran yang diproduksi oleh Tapal Batas akan selalu mempunyai keragaman pembaruan-pembaruan estetis, karakteristik, maupun wacananya. Ini bukan sekedar mitos yang dibuat oleh Komunitas Tapal Batas namun rancangan pameran Komunitas Tapal Batas yang tetap mampu memberikan tawaran-tawaran dalam metode penciptaan yang lain lagi, ditunggu tetap menjadi pameran yang menambah pembendaharaan visual diranah seni rupa khususnya drawing masa depan Yogyakarta. Selamat Hari dan Bulan Menggambar Nasional 2024! Sampai jumpa di kabar Komunitas Tapal Batas berikutnya!
Komentar
Posting Komentar